Kelapa sawit adalah jenis tanaman yang dapat tumbuh di daerah tropis seperti Asia khususnya Asia tenggara, Amerika Selatan, dan Afrika.
Di Asia Tenggara sendiri, Indonesia dan Malaysia adalah dua negara yang bersaing ketat dalam sektor perkebunan sawit hingga ke pengolahan minyak mentah (Crude Palm Oil/CPO). Dunia mengenal bahwa Indonesia dan Malaysia adalah dua negara yang merajai ekspor minyak sawit mentah. Setiap tahun, jumlah produksi kedua negara ini mencapai 85-90% dan Indonesia masih menempati urutan teratas dengan predikat pengekspor serta produsen minyak sawit mentah di dunia.
Sebagai salah satu penghasil crude palm oil terbesar, kualitas dari minyak mentah di Nusantara diakui oleh Malaysia dan dunia sebagai salah satu yang terbaik. Namun, maraknya isu yang beredar tentang citra sawit-sawit di tanah air membuat Indonesia ini kalah dari segi manajemen perkebunan dengan negara tetangga. Sebagai perbandingan kualitas minyak mentah dari negara tetangga, produk sawit di Indonesia mengandung lebih banyak Betakarotin. Fungsi Betakarotin salah satunya adalah sebagai zat pencegah berkembangnya sel kanker didalam tubuh. Hal ini menguntungkan Indonesia karena dunia lebih menyukai sawit-sawit di negara kita dibanding dengan negeri serumpun.
Keunggulan lainnya ialah Indonesia masih memelihara dan membudidayakan jenis tanaman plasma nutfah, sementara di negara tetangga hal tersebut sudah jarang dilakukan. Plasma nutfah merupakan sumber keragaman genetik yang mendukung proses pemuliaan tanaman. Dengan keragaman genetik, sifat yang diinginkan untuk diunggulkan dalam tanaman dapat dirakit. Pembangunan plasma nutfah juga sebagai salah satu cara untuk mendukung program penyediaan bibit unggul dengan memelihara kelestarian dan keanekaragaman klon dari tanaman palem ini.
Pengembangan plasma nutfah tidak menjamin bahwa negara kita menang dari Malaysia. Pada proses pemeliharaan, Malaysia tetap unggul karena memiliki teknologi yang canggih untuk memelihara dan menjaga produksi tetap tinggi. Sedangkan di tanah air kita, meski memiliki perkebunan yang luas, hal ini tidak menjadi jaminan bahwa produksi bisa lebih tinggi.
Dalam hal penelitian dan pengembangan bibit, Negeri Sultan ini bisa dikatakan lebih awas daripada Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan keseriusan dari balai penelitian mereka yang menindak tegas peredaran bibit-bibit palsu dan bermasalah. Sedangkan negara kita masih tergiur dengan kuantitas bukan kualitas. Lemahnya hukum di Indonesia membuat poin Indonesia menurun setingkat dibawah Malaysia.
Dari segi penjualan, Kerajaan Melayu mulai melirik untuk mengembangkan hasil olahan dari minyak mentah berupa kosmetik, minyak goreng, sabun, mentega dan produk lainnya sementara Indonesia memilih untuk lebih fokus pada produksi CPO. Padahal, jika mengembangkan sedikit riset untuk hasil olahan, Indonesia bisa mengungguli Malaysia dengan SDM yang tak kalah berkualitas.
Perkebunan sawit di negara kita sendiri tersebar hampir diseluruh pulau-pulau terkecil hingga pulau terluar. Sayangnya, pengelola tidak memikirkan secara lebih serius masalah pengangkutan pasca panen yang dapat membantu distribusi buah-buah ini dapat berjalan dengan baik hingga ke PKS. Sementara itu, negara tetangga sudah memudahkan dan memfokuskan pengangkutan TBS hingga ke daerah yang mungkin tidak terjangkau. Pemeliharaan tanaman sawit menghabiskan biaya yang tidak sedikit. Dalam hal ini, negara Malaysia memiliki kebijakan untuk meningkatkan sektor perkebunan sawit-sawit mereka dengan memberikan modal atau pinjaman kepada petani serta perusahaan melalui bank khusus yang menangani masalah perkebunan. Dengan kerjasama ini, perekonomian mereka berjalan lebih stabil. Di satu sisi, petani tidak merasa tertindas ataupun kesulitan karena pemerintah Malaysia menerapkan sistem yang tergolong cukup ketat untuk perusahaan swasta sehingga petani tidak hanya menjadi penonton pengelolaan tetapi juga terlibat di dalamnya.